Upaya Pencegahan Gizi Buruk dan Stunting



Assalamualaikum,,

Pernah mendengar istilah gizi buruk dan stunting. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak usia bawah lima tahun akibat kekurangan gizi kronis, terutama pada priode emas 1.000 hari pertama kehidupan anak. Stunting menghambat perkembangan otak dan tumbuh kembang anak. Tinggi badan balita stunting lebih rendah daripada standar umurnya. Ketika beranjak dewasa anak stunting rentan terhadap penyakit, kurang berprestasi di sekolah, rentan mengalami kegemukan, dan ketika dewasa lebih mudah terkena berbagai penyakit tidak menular, seperti jantung dan diabetes.

Sedangkan gizi buruk yang nanti akan mengakibatkan stunting pada anak, Gizi buruk dan Stunting ternyata masih jadi permasalahan di Indonesia, banyak daerah-daerah yang bahkan dekat dengan Jakarta mengalami Gizi Buruk, hal itu seperti yang disampaikan oleh Ibu Yuli Supriati dari Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (KOPMAS), bahwa di daerah Pandeglang, Cirebon banyak sekali ditemukan anak-anak yang mengalami gizi buruk salah satunya karena pemberian SKM sebagai pengganti ASI. dengan alasan harganya yang murah, dan tidak sanggup untu membeli susu formula lainnya.

Upaya Pencegahan Gizi Buruk dan Stunting

Selain Ibu Yuli Supriati hadir juga sebagai pembicara di acara Diskusi Publik Menyambut Hari Gizi Nasional 2019, Pentingnya Edukasi Pemenuhan Gizi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan Menuju Zero Gizi Buruk dan Stunting 2045, di LBH Jakarta pada tanggal 29 Februari 2019. Yaitu :
  • Bpk. Ir Doddy Izwardy, MA Direktur Gizi Masyarakat, Kementrian Kesehatan RI.
  • Ibu Anisyah S.Si, Apt, MP Direktur Registrasi Pangan Olahan BPOM dan
  • Arif Maulana , SH. MH, Direktur LBH Jakarta
  • Arif Hidayat, SH, MH Ketua KOPMAS
Menurur Bpk Doddy Gizi buruk yang berakibat stunting dikarenakan kurangnya asupan bergizi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), Gizi buruk pada anak dimulai dari berat badan yang kurang. Ini terlihat pada masa 1.000 hari pertama kelahiran. Karena itu ibu harus peka untuk mendeteksi perubahan berat badan anak. Sebab, jika tidak segera diatasi, dapat mengakibatkan dampak yang permanen pada anak karena mengganggu perkembangan otak saat dewasa. 

Ki-Ka; Kang Maman, Bpk Ari, Bpk Doddy, Ibu Yuli dan  Ibu Anisyah
Anak-anak dengan gizi buruk tidak dapat seproduktif seperti anak-anak lainnya. Untuk diketahui, anak mengidap stunting , baik sejak lahir maupun setelah lahir, tidak akan dapat sembuh 100%, khususnya anak yang sudah mengidap stunting sejak lahir. Jadi anak yang stunting tidak bisa sembuh total. Karena ini sifatnya permanen dan tidak bisa diulang. Kekurangan gizi pada dua tahun pertama kehidupan anak juga dapat menyebabkan kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki. Menurut penelitian, sebanyak 25% bayi yang mengalami gizi buruk akan memiliki IQ 51-70 pada usia 40 tahun nanti.

Permasalahan gizi buruk tidak hanya mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak semata. Nyatanya dengan IQ yang rendah, orang bersangkutan akan sulit mendapatkan pekerjaan yang mumpuni. Dengan demikian dapat berpengaruh pada kondisi perekonomiannya. 

Jadi penting sekali peran orang tua, dimana seorang ibu adalah kelompok kecil yang akan melakukan perubahan besar dirumahnya cukupi kebutuhan gizi anak-anak, gizi disini bukan hanya makanan melainkan perhatikan pola makan dan hidup sehat dan juga aktivitas fisik yang rutin, pantaulah berat badan sebulan sekali itulah definisi gizi sebenarnya.

Bpk Ir, Doddy Izwardy
Dan saat ini  fokus pemerintah adalah pencegahan stunting. Upaya ini bertujuan agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global.

Terdapat 3 hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu perbaikan terhadap

Pola Makan
Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam. Istilah ''Isi Piringku'' dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam satu porsi makan, setengah piring diisi oleh sayur dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (baik nabati maupun hewani) dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat.

Pola Asuh
Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan Balita. Dimulai dari edukasi tentang kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal bakal keluarga, hingga para calon ibu memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin, serta memeriksakan kandungan empat kali selama kehamilan. Kemudian bersalin di fasilitas kesehatan, lakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan berupayalah agar bayi mendapat colostrum air susu ibu (ASI). Berikan hanya ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan. Setelah itu, ASI boleh dilanjutkan sampai usia 2 tahun, namun berikan juga makanan pendamping ASI. 

Jangan lupa pantau tumbuh kembangnya dengan membawa buah hati ke Posyandu setiap bulan. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah berikanlah hak anak mendapatkan kekebalan dari penyakit berbahaya melalui imunisasi yang telah dijamin ketersediaan dan keamanannya oleh pemerintah. Masyarakat bisa memanfaatkannya dengan tanpa biaya di Posyandu atau Puskesmas.

Sanitasi dan Akses Air Bersih
Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk di dalamnya adalah akses sanitasi dan air bersih, mendekatkan anak pada risiko ancaman penyakit infeksi. Untuk itu, perlu membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan. Pola asuh dan status gizi sangat dipengaruhi oleh pemahaman orang tua (seorang ibu) maka, dalam mengatur kesehatan dan gizi di keluarganya. Karena itu, edukasi diperlukan agar dapat mengubah perilaku yang bisa mengarahkan pada peningkatan kesehatan gizi atau ibu dan anaknya. Kata Bpk Doddy .

Ibu Pkk dari salah satu desa di Pandeglang, menuturkan masih banyak penderita gizi buruk di daerahnya
dan sulitnya mengedukasi mereka.
Kemudian Ibu Anisyah upaya BPOM dengan banyaknya penyimpangan pemberian SKM diberikan kepada bayi, pruduk yang terlanjur bereadar akan dievaluasi dan diregulasi harus ada standart produk dan label tambahan bahwa SKM bukan pengganti susu terlebih ASI. Dan pencegahan gizi buruk harus dilakukan sejak dini melalui pemberian air susu ibu (ASI) dan makanan pendamping air susu ibu (MPASI) yang tepat untuk anak. Karbohidrat, lemak, dan protein adalah tiga zat utama yang dibutuhkan anak untuk perkembangan otaknya. 

Dari KOPMAS, Bpk Arif mengatakan meskipun Riskesdas 2018 menunjukkan adanya perbaikan status gizi  pada balita Indonesia, namun ancaman gizi buruk tetap menghantui dikarenakan sulitnya  akses kampung yang dijangkau. Intinya masalah gizi buruk dan stunting ini merupakan tanggung jawab kita bersama perlu adanya sinergi baik pemerintah, swasta maupun Lembaga-lembaga non pemerintah/LSM  dan KOPMAS hadir mengajak serta membantu pemerintah untuk bersama-sama dalam upaya mengurangi gizi buruk, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat khususnya generasi muda.

Semoga kita sebagai ibu menjadi tahu untuk memberikan yang terbaik buat keluarga untuk mencegah gizi buruk dan stunting terjadi lagi, Jika ada tetangga sedang memberikan SKM kepada bayinya jangan segan-segan untuk memberitahu bahwa kandungan gula pada SKM sangatlah besar, dan bukan penganti ASI/susu.

Semoga bermanfaat ya..

No comments

Post a Comment

Terima kasih sudah meninggalkan jejak di blog saya mudah-mudahan bermanfaat, Jangan tinggalkan Link URL BlogPost ya,,, makasih🙏