Kampung Jahit Elsa Maharrani Merajut Asa kesejahteraan

Kampung Jahit Elsa Maharrani Merajut Asa Kesejahteraan Warga Sekitar
Nama Koto Tinggi di Kabupaten Limapuluh Kota memang tidak sepopuler daerah lainnya di Sumatera Barat seperti Mandeh di Pesisir Selatan yang identik dengan keindahan pantainya atau Pariangan di Tanah Datar yang tersohor akan keelokan alamnya. Namun, nagari yang terletak di deretan Bukit Barisan ini mampu membius wisatawan yang berkunjung.

Nagari adalah pembagian wilayah administratif sesudah kecamatan di Provinsi Sumbar. Istilah nagari menggantikan istilah desa atau kelurahan, yang digunakan di provinsi lain di Indonesia.

kampung jahit elsa maharrani merajut kesejahteraan

Memasuki wilayah yang ada dalam Kecamatan ini, mata kita akan dimanjakan pemandangan hijau dan kuning. Hijaunya daun berpadu apik dengan warna kuning buah jeruk yang siap untuk dipanen. Bikin betah berlama-lama untuk menikmati suasana jika berkunjung kesini.

Lain hanya jika kita bergerak sedikit mengunjungi nagari Simpang Koto Tinggi, Kecamatan kuranji, kota Padang akan ada suara yang khas, suara mesin jahit saling bersahutan ketika kaki melewati pintu-pintu rumah yang ada. Kadang terlihat beberapa perempuan duduk di teras sambil memegang helaian baju untuk merapikan bagian tepi kain dari benang yang masih menjuntai. Jarak rumah yang hampir berdekatan tidak menghalangi mereka untuk saling berbicara dan tangan yang terus bekerja.

Pemandangan inilah yang setiap akan kita saksikan jika siang menuju sore hari. Inilah kampung jahit, kampung yang tercipta dari perempuan manis yang bernama Elsa Maharrani. Yang memiliki keinginan besar untuk bisa memberdayakan orang-orang disekitarnya, sekaligus membangun daerahnya.

kampung jahit elsa maharrani
Doc, Elsa Maharani

Berawal dari bisnis reseller hijab yang ia geluti, hingga akhirnya menjadi pemilik brand hijabnya sendiri. Elsa menerapkan motto hidupnya dalam bisnis yang ia bangun. Bersama Maharrani Hijab, Elsa berhasil menyebar kebermanfaatan bagi orang-orang di sekitarnya melalui program ‘Kampung Jahit’.

Kampung Jahit adalah konsep yang diinisiasi oleh Elsa Maharrani, yang ditujukan untuk memberdayakan masyarakat berekonomi lemah di daerahnya.

Elsa Maharrani, menggandeng masyarakat sekitar yang mayoritas bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga , untuk menjadi mitra penjahit. Sistem kerja yang fleksibel, memudahkan para mitra untuk menyesuaikan waktu dalam memenuhi target jahitan. Sehingga mereka tetap bisa mengurus keluarga sambil menambah penghasilan.

Awal Mula Tercipta Kampung Jahit.

kampung jahit elsa maharrani merajut asa kesejahteraan
Doc. Elsa Maharrani

Berdirinya Maharrani Hijab bersama Kampung Jahit bukanlah hal yang tiba-tiba terjadi. Semua berasal dari keresahan dan keprihatinan yang dirasakan Elsa selama menjalankan bisnis. Elsa Maharrani mengawali bisnisnya dengan berjualan barang impor dari Tiongkok yang dipasarkan secara online melalui marketplace. Bisnisnya berjalan sangat lancar, Tetapi ada yang membuat tidak nyaman di hatinya karena dia berjualan produk luar negeri bukannya produk lokal.

Kemudian beralih Elsa untuk menjadi reseller salah satu produk hijab lokal. Usahanya terbilang lancar, hingga ia menjadi distributor dengan penghasilan yang cukup memuaskan. dan berhasil menjadi agen yang memegang 17 brand ternama. Dan juga menjadi distributor 5-6 brand hijab Nasional. Hingga akhirnya terbesit untuk membuat produk sendiri.

Karena pengalaman mengenal dan keberhasilan dan pengetahuan selama menjadi distributor pakaian muslim dan didukung juga oleh keluarganya. Akhirnya mulai survei dan bolak balik ke Jakarta untuk mencari supplier kain. Elsa memantapkan diri untuk memulai usaha Maharrani Hijab. Proses produksi dilakukan secara mandiri di lingkungannya, sehingga dapat memberdayakan penduduk lokal.

Memulai bisnis baru dengan produksi yang dilakukan secara mandiri bukanlah hal yang mudah. Sejak awal, konsep produksi Maharrani Hijab adalah pemberdayaan. Elsa merekrut warga-warga yang memiliki kemampuan dasar menjahit untuk dilatih kembali agar memenuhi standar Maharrani hijab. 

“Karena kami di sini, kan, konsepnya pemberdayaan. Kami membangun ‘Kampung Jahit, jadi orang-orang yang kami berdayakan itu adalah orang-orang yang memiliki skill, namun mempunyai ilmu sedikit. Kami memberikan standar yang sesuai dengan SOP kami, gitu,”

Berdasarkan pengakuan Elsa, ia sendiri tidak bisa menjahit, namun ia tergerak untuk mendirikan kampung jahit ini. Ide ini berawal tentang kegelisahannya akan kehidupan kaum perempuan di kampungnya, mulai dari sulitnya akses pendidikan, sulitnya akses kesehatan, hingga sulitnya akses penghasilan.

Dengan mata pencaharian utama yang bisa dilakukan hanya sebagai petani, pemecah batu kali, hingga bekerja di ladang orang lain. Bahkan tidak sedikit dari para ibu yang berstatus sebagai orang tua tunggal di daerahnya.

kampung jahit elsa maharrani merajut asa kesejahteraan
Doc, Instagram Astra

Butuh waktu satu tahun bagi Elsa untuk mengedukasi soal pentingnya standar jahit, agar jahitan warga memiliki kualitas dan dapat bersaing di pasaran. Dari hasil menjahit ini, ibu-ibu bisa berpenghasilan di atas UMR setiap bulannya. Kendati begitu, semua mitra harus menjaga standar kualitas. Bukan hanya Ibu-ibu rumah tangga ada juga pria hingga disabilitas bergabung di Kampung Jahit.

Umumnya para pria disini pernah bekerja di Malaysia dan pulau Jawa yang kemudian pulang kampung karena sudah tidak mendapatkan penghasilan disana, akhirnya menjadi penjahit di Kampung Jahit. Dan para perempuannya dulu ada yang berprofesi sebagai pemecah batu. 

Nama kampung jahit juga terdengar sampai luar kota Padang dan ada beberapa juga yang ikut menjadi mitra sebagai penjahit.

Saat ini Maharrani Hijab sudah memiliki 74 penjahit. Saat ini, 60% mitra penjahit Maharrani Hijab adalah wanita yang berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga. Dalam tiap bulannya, Maharrani Hijab mampu memproduksi hingga 1000 pcs produk. Sudah memiliki 42 agen dan 102 reseller yang tersebar di seluruh Indonesia.

Brand Maharrani Hijab Go International

Berkat keuletannya dan konsep yang unik dari Kampung Jahit, juga menjaga kualitas produknya dan terus berinovasi pada akhirnya. Penjualan Maharrani yang dilakukan dengan sistem reseller atau keagenan. Reseller pun tersebar dari aceh sampai ke jayapura.

Dan untuk memperluas pemasaran hingga ke Luar Negeri, produk Maharrani sekarang juga tersedia di salah satu mall di Malaysia, tepatnya di Strand Mall, Selangor, Malaysia, bekerjasama dengan Butik bernama Nusantara Fashion House. Produknya juga sudah dikenalkan ke Malaysia melalui Malaysia International Halal Showcase.

kampung jahit elsa maharrani merajut asa kesejahteraan
Doc, Instagram Astra

Pandemi yang menjadi penghambat bagi sebagian besar pengusaha justru menjadi peluang bagi Elsa dan juga mitra-mitranya. Angka penjualan Maharrani Hijab yang dilakukan secara online meningkat berkali-kali lipat.

Mitra penjahit pun bertambah signifikan untuk memenuhi permintaan pasar. Saat pandemi, orang tidak berbelanja ke mal tetapi beralih ke cara online. Peningkatan penjualan mencapai tiga kali lipat, dan angkanya terus meningkat. Di saat Perusahaan lain banyak yang menutup pabrik karena pembatasan sosial berskala besar, Maharrani Hijab sama sekali tidak terganggu akan hal tersebut. Sebab, proses produksi pakaian dilakukan di rumah mitra masing-masing.

Menurut Elsa, tantangan terbesar adalah terus berupaya mencari pasar yang semakin luas, dan tantangan ini dijawab dengan membuat berbagai jenis busana muslim yang beragam dan berkualitas yang baik, tentunya dengan harga yang terjangkau.

Jika brand busana muslim lain menawarkan harga sekitar Rp 300.000 hingga Rp 500.000, Maharrani hanya menawarkan produk dengan harga kisaran Rp 200.000, sehingga konsumen selalu repeat order.

Kampung Jahit, Kampung Berkelanjutan Untuk Ekonomi Sekitar

Keberadaan Kampung Jahit Maharrani Hijab sangat membantu perekonomian masyarakat. Banyak ibu-ibu rumah tangga sangat terbantu dengan sistem pembayaran di Maharrani Hijab yang memudahkan, karena dibayarkan setiap selesai jahitan yang dikerjakan. Dan mereka merasa senang dengan konsep pemberdayaan Maharrani Hijab, yang benar-benar membimbing dan mengajari para mitra hingga bisa menjahit dengan baik dan benar.

kampung jahit elsa maharrani merajut kesejahteraan

Menurut Elsa, untuk membangun sistem yang sehat dan berkelanjutan, dibutuhkan kepercayaan dan pendekatan yang baik antara pengusaha dan mitra. Bukan karena mereka sebagai karyawan saja tapi ada pendekatan sosial juga diperlukan untuk membangun loyalitas, salah satu caranya adalah dengan menyisihkan beberapa persen keuntungan untuk memberi bantuan pangan kepada para mitra penjahit saat pandemi.

Mendapatkan penghargaan "Awal September 2020  saya dihubungi pihak SATU Indonesia Awards dari Astra, karena saya merasa tidak pernah mendaftarkan diri, saya acuhkan. Tahu-tahunnya, ketika cerita setelah suami pulang, rupanya dia yang daftarin. Akhirnya ikut, dan terpilih," cerita Elsa .

Tidak hanya berbisnis, Elsa juga menyempatkan diri dalam berbagai kegiatan sosial bersama warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Muaro Padang, lalu kerjasama dengan PT Paragon Technology and Innovation (Wardah) dalam seminar kewirausahan. Kemudian sudah ada tawaran kerjasama dengan Balai Diklat Kota Padang terkait pelatihan menjahit bagi masyarakat.

Jauh sebelum itu, Elsa bersama suaminya telah lebih dulu mendirikan Rumah Quran Serambi Minang di bawah Yayasan Serambi Minang Madani. Santrinya kini melebihi 200 orang, dari anak-anak hingga mahasiswa untuk belajar Al-Quran.

kampung jahit elsa maharrani merajut asa kesejahteraan
Doc, Elsa Maharrani


Bagi Elsa, niat awal dalam mendirikan Maharrani Hijab adalah untuk membantu masyarakat, Dan penghargaan tahun 2020 untuk kategori wirausaha berkat perjuangannya mendirikan, Kampung Jahit dan berhasil memberdayakan warga sekitar di kampungnya melalui Kampung Jahit. Bukan hanya milik pribadi penghargaan ini saya serahkan juga untuk para mitra semua disini.

Banyak sekali dampak positif yang didapatkan setelah mendapatkan penghargan SATU Indonesia Awards 2020, nama Kampung Jahit pun, jadi dikenal oleh publik hingga keluar kota Padang, bahkan luar negeri. Tidak jarang juga beliau sering dijadikan narasumber untuk membagi tips dan bercerita tentang keberhasilan kampung jahit, yang memberikan manfaat untuk orang banyak. Hingga sekarang Kampung Jahit Elsa Maharrani  merajut ekonomi warga sekitar.



utieadnu


*https://www.astra.co.id/

*https://instagram.com/maharrani

Sampah Ditangan Amilia Agustin Si Ratu Sampah

Sampah Ditangan Amilia Agustin, Si Ratu Sampah, Menghasilkan dan Berkelanjutan

Kalau bicara tentang sampah pastinya identik dengan bau yang tidak sedap dan tidak berguna lagi, tapi beda nih dengan anak muda satu ini bisa dibilang Gen Z, dari sampah dia bisa merubah menjadi nilai yang lebih produktif dan dapat meningkatkan perekonomian orang banyak.

Amilia Agustin dijuluki Ratu Sampah Sekolah. Perempuan kelahiran Bandung, 20 April 1996 ini adalah bukti contoh nyata pemudi yang semangat berkarya untuk melakukan perubahan. Amilia Agustin mendedikasikan dirinya pada masyarakat melalui program gerakan peduli lingkungan yang bernama "Go to Zero Waste School".

sampah ditangan amilia agustis si ratu sampah
doc, Amila Agustin

Program yang digagas oleh Amilia Agustin Ini menerima penghargaan SATU Indonesia Awards 2010. Bersama rekannya, ia menumbuhkan kesadaran kepada masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan sampah di lingkungan.

Rasa peduli pada sampah dimulai sejak gadis yang biasa disapa dengan panggil Amill ini saat duduk di bangku SMP. Dimana setiap olahraga lari di lingkungan sekolah yang lokasinya berdekatan dengan TPS Tegallega membuatnya cukup miris dan terganggu dengan keberadaan sampah yang menggunung dengan bau yang tidak sedap tentunya. Pada awalnya dia belum terpikir untuk mengolah sampah tersebut, hingga saat dimana dia benar-benar “terganggu” dengan keberadaan sampah tersebut timbulah pikiran terlintas di kepalanya “apa yang bisa dilakukannya terhadap sampah tersebut?”

Putri dari pasangan Bapak Agus Kuswara dan Ibu Elly Maryana Dewi ini pun mendiskusikan hal tersebut dengan ibunya. dan jawaban ibunya adalah kalimat motivasi yang selalu diingatnya hingga sekarang “Amilia gunakanlah waktu di masa mudamu untuk melakukan hal yang tidak bisa kamu lakukan di masa tuamu”.

Melalui kalimat motivasi ibunya ini Amilia yang sedikitpun tidak memahami tentang riset, tidak menyukai mata pelajaran sains dan matematika mulai mengembangkan pemikiran dan idenya tentang sampah. Dengan keberaniannya bersama sepuluh orang teman-temannya yang lain yang memiliki ide yang sama Amilia menemui Ibu Nia Kurniati guru Biologi yang juga guru pembimbing ekstrakurikuler KIR di sekolahnya untuk mendapatkan bimbingan mengenai cara pengolahan sampah.

Ibu Nia inilah salah satu orang dibalik sukses Amilia menapaki jalannya sebagai Ratu sampah hingga sekarang. Beliau yang membawa Ami dan teman-temannya ke Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi untuk belajar bagaimana cara mengelola sampah dengan benar.

sampah ditangan amilia agustis si ratu sampah
doc, Amila Agustin

Program "Go To Zero Waste School"

Dalam komunitas tersebut, Amilia adalah anggota termuda. dia terus belajar untuk menambah wawasan dan pengetahuan terkait pemanfaatan sampah. Dan karena memiliki keinginan untuk menjaga lingkungan dan terkait pemanfaatan sampah semakin tinggi sehingga menuntunnya untuk mengajak teman-temannya turut dalam menangani sampah di sekolah dan membentuk komunitas pengelola sampah berbasis sekolah dengan program "Go to Zero Waste School," yang kemudian membuatnya dikenal sebagai "ratu sampah sekolah."

Dalam proyek pengelolaan sampah ini, mereka mengumpulkan sampah, memilahnya menjadi sampah anorganik, organik, tetra pak, dan kertas, lalu mendaur ulangnya menjadi barang yang berguna atau memiliki nilai ekonomis. Misalnya, sampah organik diubah menjadi pupuk kompos, dan limbah kain perca digunakan untuk membuat tas yang memiliki nilai ekonomis.

sampah ditangan amilia agustin si ratu sampah
doc, Amila Agustin

Amilia juga berhasil menjadikan SMP Negeri 11 Bandung sebagai sekolah sehat yang menjadi ikon di Bandung melalui program pengelolaan sampahnya. Selain itu, ia juga membina empat sekolah negeri lainnya dalam mengelola sampah. Tidak hanya fokus pada pengelolaan sampah, Amilia juga membuka peluang bagi generasi muda untuk mengembangkan prinsip-prinsip sosial entrepreneurship. Menurut Amilia, merawat lingkungan adalah tanggung jawab bersama dan bukan hanya tugas orang dewasa. Ia percaya bahwa semua orang dapat berkontribusi dengan kreativitas dan konsistensi mereka

Amilia pun memberlakukan kepada semua teman-teman di sekolah, setiap orang yang membawa 1 kg sampah kemasan akan mendapat 5 buah buku sebagai ganti.

Saat orang lain pulang sekolah langsung bermain atau istirahat Amilia dengan tekun berjibaku memisahkan sampah-sampah yang ada di lingkungan sekolahnya sesuai dengan jenisnya. Untuk mengolahnya Amilia bekerja sama dengan beberapa ibu-ibu di lingkungan sekitar yang diberdayakan sebagai tenaga pengolah berbagai kerajinan tangan dari berbagai jenis sampah.

Seperti mengolah bekas bungkus mie instan menjadi tas. Amilia dan teman-temannya berperan sebagai perancang desain dan marketing. Selain itu juga membina ibu-ibu yang mengolah kerajinan dari sampah ini untuk suatu saat bisa berperan langsung sebagai pendidik untuk ibu-ibu yang lain. Produk yang dihasilkan akan dipasarkan pada Pameran Pemilahan Sampah dan Sosialisasi Penanganan Sampah.

sampah ditangan amilia agustin si ratu sampah
doc, Amila Agustin

Prestasi yang Akhirnya Mendapat Apresiasi

Kepedulian Amilia tidak hanya pada masalah sampah, hal lain yang menarik perhatian juga pendidikan dengan mengajar anak-anak yang tinggal di sekitar rel. Dari penghasilan dari mengolah sampah menjadi tas dan produk lain yang didapatkan oleh Ibu-ibu binaan, Amilia juga menyarankan untuk menyimpan hasilnya guna kepentingan pendidikan anak-anak mereka.

sampah ditangan amilia agustin si ratu sampah
doc, Amila Agustin

Pada tahun 2010 Amilia terpilih sebagai Duta Sanitasi Jabar dengan membawakan tema "Tangan-tangan Anak Bangsa Yang Menyelamatkan Alam Indonesia". Meski di tingkat nasional di Jakarta tidak mendapat juara tapi dia tidak kecewa. Karena paling tidak sudah banyak yang hal positif yang diraihnya, diantaranya, yang dulu penakut dan tidak percaya diri berbicara didepan publik, bahkan harus menggunakan bantuan wayang kardus mie instans mulai berani dan fasih melakukannya.

Selama di SMA Negeri 11 Bandung pada tahun 2008, Amilia bersama teman-temannya mengajukan proposal program "Go To Zero Waste School" kepada Program Young Changemakers dari Ashoka Indonesia. Proposal ini mendapatkan dukungan berupa bantuan biaya operasional sebesar Rp2,5 juta uang yang didapatkan digunakan untuk membeli peralatan pengolah sampah, biopori.

Kepedulian Amilia yang besar terhadap lingkungan membawanya untuk lebih mementingkan penanganan sampah daripada untuk dirinya sendiri. Hadiah penghargaan dari PT. Astra International dia gunakan uang tersebut untuk membeli berbagai peralatan tambahan untuk mengolah kerajinan dari berbagai sampah. Seperti mesin jahit, mesin sablon dan sebagainya.

Sukses mendapat predikat Ratu Sampah tidak membuat Amilia berhenti berkarya, ketertarikannya pada dunia pendidikan membawanya sebagai guru dadakan di waktu senggangnya di berbagai tempat anak-anak tidak mampu di beberapa tempat di Bandung. Seperti anak-anak yang bertempat tinggal di sekitar rel kereta disalah satu stasiun Bandung. Amilia memiliki keyakinan “Sebuah Negara Maju Berawal dari Sistem Pendidikannya yang baik”

Selama mengisi waktu luangnya untuk mengajar anak-anak tidak mampu Amilia menciptakan berbagai metode belajar yang menarik dan dapat diterima oleh anak-anak. Menurutnya cara mengajar terbagi tiga cara yaitu melalui audio, visual, dan kinestetik. Dan dia pun menggunakan berbagai cara mengajar yang tidak membuat anak-anak tersebut bosan dan dengan mudah mengerti dengan apa yang disampaikannya. Karena menurutnya tugas seorang pendidik tidak hanya mentransfer isi buku pelajaran saja. Tapi juga bagaimana membuat seorang anak didik betah dan mengerti dengan pelajaran.

Amilia Pun pernah diundang pada acara “Kick Andy” pada tahun 2012. Dalam acara Kick Andy, Dan ada kata-kata yang bagus dia sampaikan slogan yang banyak menginspirasi orang, yaitu “Jika kita bukan orang sembarangan, jangan buang sampah sembarangan.”

Lulus dari SMA di Bandung, Amilia sebenarnya ingin melanjutkan kuliah di Jayapura agar bisa membantu masyarakat di sana. Tetapi diterima di Universitas udayana, Nah kemudian pindah ke Bali tahun 2014 untuk melanjutkan kuliah. Bahkan dirinya saat di Bali, ikut membentuk komunitas peduli lingkungan bernama "Udayana Green Community" yang melakukan berbagai kegiatan, seperti mengajar di sekolah-sekolah dan melatih warga desa dalam pengelolaan sampah terpadu.


Amilia Agustin adalah contoh nyata bahwa perubahan positif untuk lingkungan dan masyarakat dapat dicapai dengan konsistensi dan kerja sama. Ia memberikan inspirasi serta semangat bagi generasi muda untuk ikut serta dalam menjaga lingkungan dan membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik dan tentunya untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.

sampah ditangan amilia agustin si ratu sampah
doc, Amila Agustin

Kini Amilia bekerja di perusahaan tambang milik PT. Astra International Tbk - PAMA Group, dalam divisi CSR, sebuah bidang yang menjadi passion dari kecil. Selain itu juga dia bersama 28 orang temannya mulai merintis sebuah perusahaan kecil-kecilan yang diberi nama Eleven Waste Management dengan Amilia sebagai pemimpinnya. 

Harapan mereka kedepan jika perusahaan ini sudah berkembang dan berhasil termasuk dalam hal materi, mereka ingin mendirikan sebuah sekolah, “Sekolah Manusia” ini istilah yang dibuat oleh Amilia. Yaitu sekolah yang tidak hanya mentransfer ilmu dari buku kepada murid-muridnya. Tapi lebih kepada pengembangan pribadi, motivasi dan kemampuan lain yang tersembunyi pada seorang anak. Dan sasarannya tidak hanya pada anak-anak tapi juga para orang tua terutama ibu-ibu agar bisa aktif dan kreatif mengkaryakan diri di lingkungannya

Amilia Agustin merupakan inisiator Program Ratu Sampah Sekolah yang diakui dan diberikan penghargaan Semangat Astra Terpadu untuk (SATU) Indonesia Awards 2010 dalam kategori lingkungan. Amilia Agustin telah membuktikan bahwa merawat lingkungan bukanlah hal yang hanya bisa dilakukan oleh orang dewasa, melainkan semua orang dapat melakukannya dengan kreativitas dan konsistensi.

SATU Indonesia Awards

Oh iya. Kegiatan ini digelar PT. Astra International Tbk, ini sebagai penghargaan bagi mereka yang mampu memberikan kontribusi nyata bagi orang yang ada disekitar. Ajang Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards masih berlangsung hingga saat ini dan tiap tahun ASTRA mencari para sosok inspiratif yang mampu melakukan perubahan. Kategori tersedia pun cukup beragam mulai dari lingkungan, kesehatan, pendidikan, teknologi dan kewirausahaan.


Utieadnu

Mie Ongklok Mas Desta

Mie Ongklok Mas Desta, Kuliner Berkelanjutan Khas Wonosobo yang Mendunia
Kalau bicara tentang Wonosobo, Wonosobo merupakan kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang dijuluki sebagai "Kota Seribu Gunung", karena dikelilingi oleh pegunungan yang menjadi daya tarik utama wisata Wonosobo. Dan kabupaten Wonosobo sendiri dikelilingi pegunungan diantaranya Gunung Prau, Gunung Pangonan, dan Gunung Pakuwojo. Selain wisatanya yang menyuguhkan pemandangan ada beberapa kuliner yang juga sangat menarik dan mempunyai ciri khas karena sulit ditemukan di tempat lain.

mie ongklok mas desta
Saya dan Gunung Prau

Salah satunya hidangan legendaris yang mampu menarik perhatian waktu saya yang pernah tracking ke gunung Prau dan mencicipi mie ongklok atau biasanya orang menyebut pasta Jawa.

Mie Ongklok ini hadir dengan tekstur mie pipih yang dipadu dengan kuah kental beraroma udang. Sajian ini semakin khas dengan pendamping seperti sate dan tempe kemul, yang menambah cita rasa unik kuliner Jawa ini.

mie ongklok mas desta


Melihat peluang mie ongklok begitu digemari, orang-orang yang berkunjung ke Wonosobo, akhirnya Desta Hatmoko Adi, memanfaatkan peluang ini.  Pada tahun 2015, ia memulai bisnis kuliner Mie Ongklok Mas Desta, menjadikan Mie Ongklok sebagai primadona hidangan lokal yang dibalut dengan inovasi. Secara historis, Mie Ongklok adalah hasil akulturasi budaya Tionghoa dan masyarakat Wonosobo, menjadikannya hidangan yang tidak lekang oleh waktu.

Desta terus berinovasi untuk memperluas akses hidangan ini ke berbagai kalangan. Ia menciptakan mie ongklok instan agar penggemar kuliner Wonosobo ini bisa menikmatinya dengan lebih mudah, terutama karena hidangan ini biasanya hanya tersedia untuk disantap langsung di tempat.

 "Karena mie ongklok aslinya kan hanya bisa makan di tempat gitu enggak bisa dibawa pulang," jelas Desta.


Tidak hanya bisnis, Desta mengungkapkan tujuan lebih besar dalam perjalanannya. “Bagaimana bisnis saya ini bisa bermanfaat gitu, manfaat buat saya sendiri, keluarga, dan lingkungan sekitar, masyarakat gitu,” tambahnya. “Dan dari awal juga ingin mengenalkan mie ongklok instan ini ke dunia lah bahwa di Wonosobo ini di kota dingin ini ada kuliner yang legendaris dan unik, layak dicoba.”


Berkat modal awal sebesar Rp350.000, bisnis ini kini berhasil meraih omzet hingga Rp50 juta hingga Rp200 juta per bulan, serta membuka lapangan kerja bagi 20 orang. Prestasi Desta juga mendapatkan apresiasi, dengan dianugerahi SATU Indonesia Awards dari PT Astra International Tbk, pada tahun 2018.

mie ongklok mas desta
doc, Mas Desta


Awal Mula Menjadikan Mie Ongklok Instans 

Pria kelahiran Wonosobo 41 tahun lalu itu, mengaku tidak pernah berpikir bakal usaha kuliner. Pasalnya, setelah menyelesaikan pendidikan SMA tahun 2011, dia hijrah ke Jogjakarta kuliah Diploma tiga jurusan Teknik Mesin di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

Setelah lulus pada tahun 2004, memilih bekerja di Kota Gudeg di perusahaan bidang periklanan pada bagian desain grafis hingga tahun 2006. Kemudian tahun berikutnya banting setir, bekerja pada CV. Rakasindo sebagai teknisi service Handphone dan Laptop hingga tahun 2008.

"Setelah itu saya pindah lagi, saya sempat mengajar di Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) di Jogja, mengajar teknisi handphone dan kewirausahaan sampai tahun 2010 akhir,"

Pada tahun 2011 memutuskan pulang kampung, di Kecamatan Selomerto, Wonosobo. Dia berwirausaha sekaligus mengembangkan keterampilan dengan membuka pelatihan teknisi handphone dan menjual handphone, usaha tersebut bertahan selama tiga tahun.

mie ongklok mas desta
doc, Mas Desta


Sembari usaha, pada tahun 2012, dia kuliah lagi pada Fakultas Ekonomi Bisnis di Universitas Sains Al Quran (Unsiq) di Wonosobo. Nah, di tengah menyelesaikan tugas akhir pada tahun 2015 ,melakukan riset menganalisa potensi pasar, temanya inovasi produk Mie Ongklok Instan.

"Hasil riset saya, dengan sasaran responden orang yang di luar Wonosobo. Potensi pasar Mie Ongklok apabila dijual Instan, cukup besar,"

Berbekal hasil risetnya tersebut, Desta kemudian berkeliling, menawarkan konsep kerjasama ke sejumlah pelaku usaha kuliner. Saat itu, dari hasil penelitian Mie Ongklok Instan konsepnya, ceruk potensi pembeli mencapai 4000 porsi per hari.

"Saya berpikir, kalau dapat mitra akan menjadi distributor, karena saya tidak memiliki keterampilan memasak Mie Ongklok,"

Namun setelah menawarkan ke sana ke mari, tidak ada yang merespon tawaran tersebut. Desta kemudian menyelami proses pembuatan Mie Ongklok. Tiap hari dia berkeliling, mencicipi lebih dari sepuluh warung Mie Ongklok di Wonosobo yang terkenal. "Semua saya cicipi, semua memiliki keunggulan masing masing, tapi ada kemiripan, pada kuahnya, manis, asin dan gurih," tegasnya.

Desta bersama istrinya, kemudian memulai belajar memasak Mie Ongklok, mempelajari bahan, racikan bumbu dan cara memasak. Setelah mencoba beberapa kali, kemudian menemukan cita rasa yang khas. "Setelah berhasil memasak, saya mencari tahu lagi. Bagaimana agar bisa dikemas instan. Saya sempat menelpon teman saya yang kuliah di Universitas Negeri Soedirman (Unsoed), kemudian juga mencari tahu di internet.”

Proses belajar tersebut akhirnya berhasil, Desta menyebutkan Mie Ongklok Instan inovasinya, memudahkan orang memasak hanya cukup sepuluh menit, merebus mie, mencampur bumbu menjadi kuah kental, cukup dengan air panas, diaduk, terus dituangkan. 

Mie Ongklok Instan karya Desta ini siap dipasarkan, namun cekak ongkos produksi. Tidak pupus, padal awal 2016 mulai melakukan pemasaran hasil temuanya dengan cara membikin narasi pasar melalui media sosial, seperti facebook, instagram juga rajin mengirim melalui whatsapp kepada beberapa daftar nomor yang dihasilkan dalam penelitiannya.

"Saya sempat bekerja di marketing, saya sedikit paham narasi, ini pesan Mie Ongklok yang sebelumnya hanya bisa disantap secara langsung di Wonosobo, kini bisa dimasak di mana saja," katanya.

Mie Ongklok Instan Mas Desta terus berinovasi, untuk memperluas jaringan pasar, Kini Makanan Khas Wonosobo itu memiliki beragam varian rasa meliputi Black Pepper, Super Pedas, Lombok Ijo, Sweety , Kemasan Premium dan Cup untuk para traveller.

Ternyata promosi di media sosial tersebut mendapatkan respon, pembeli pertamanya orang Cirebon, Jawa Barat yang memesan melalui facebook sejumlah 10 porsi, memberikan testimoni positif, Desta kemudian semakin masif mempromosikan produknya. Pada bulan berikutnya, minat pembeli meningkat, jumlah pemesan sebagian besar dari luar Wonosobo, ada yang memesan 2 porsi, 20 porsi, 30 porsi.

Berkat kegigihanya, produk Mie Ongklok Instan menyebar luas, makanan khas kota pegunungan ini terdistribusi sampai Aceh hingga Papua. Akhirnya pada tahun 2018 hingga 2019, penjualan offline semakin meningkat, banyak minimarket lokal dan Toko oleh- oleh di kawasan wisata di Jawa Tengah mulai melirik. Sejumlah Agen penjualan kemudian menjadi mitra distribusi penjualan. Dampaknya, 70 persen penjualan lewat pasar offline. Makin tingginya permintaan pasar, Desta bersama istri kemudian mempekerjakan sedikitnya 11 karyawan.

mie ongklok mas desta


Pandemi Membawa Berkah Mie Ongklok Go International

Pandemi kemarin banyak wisatawan yang tidak datang lagi ke Wonosobo, Hampir semua sektor luluh lantah sebenarnya. Lock down yang diberlakukan mengunci jalur perdagangan termasuk Mie Ongklok Instan milik Mas Desta. Apalagi saat itu, perdagangan produknya yang sedang naik daun dari jalur Toko Oleh-Oleh di sejumlah jalur wisata.

Sejumlah Toko Oleh-oleh yang berjualan di Kawasan Wisata, seperti jalur di dataran tinggi Dieng dan Wilayah Jawa Tengah lainnya. Tiap hari datang barang yang sudah kami kirim, dikembalikan rata-rata tiga angkutan truk. Rumah bercat coklat di komplek Perumahan Permata Hijau, Blok C8 RT 4 RW 10, Kelurahan Mudal, Kecamatan Mojotengah, Wonosobo, Jawa Tengah itu penuh dengan ratusan kardus instan Mie Ongklok.

"Sebetulnya saya tidak rugi dengan barang tersebut, karena sistem saya kepada mitra, barang datang langsung bayar. Tapi saya merasa miris mendapatkan laporan banyak yang gulung tikar," katanya.

Menyikapi kondisi ini, lanjut Desta, dia bersama timnya memutar otak.akhirnya, kami memaksimalkan pemasaran lewat media online, dan membuat lebih banyak akun penjualan melalui semua platform marketplace. Mie Ongklok Instan Juga menggaet strategi dengan membuat reseller di setiap kota di Indonesia.

Dengan keuletan memodifikasi produk jualan akhirnya Mie Ongklok Instan tidak hanya banyak pesanan di dalam negeri, namun pembeli muncul dari Singapura dan Malaysia dan berbagai kota dan negara seperti; Jerman, Denmark, California, Hongkong, Taiwan dan Swiss. Awal bermodal Rp. 350 Ribu, kini raih omzet Rp.200 juta per Bulannya.

mie ongklok mas desta
Mas Desta dan Istri (doc, Mas Desta)

Dan setelah pandemi usai tetap bisa bertahan dengan menambah karyawan dan kembali bekerja sama dengan para UMKM khususnya di tempat-tempat wisata di daerah Wonosobo. Dan hampir seluruh Indonesia bisa juga menikmati Mie Ongklok khas Wonosobo.

Sebagai pelaku UMKM yang inovatif, Desta pemilik CV. Adi Daya Grup mendapatkan penghargaan SATU Indonesia Awards, dari PT Astra International Tbk, pada tahun 2018. Selain mie ongklok juga menciptakan produk baru yakni tepung "Tempe Kemul Instan" yang juga makanan khas Wonosobo. Kini produk ini juga banyak di pesan melalui pasar online dan lokal karena memudahkan tiap rumah tangga yang ingin menggoreng tempe kemul.

Untuk selalu melestarikan kuliner khas yang terus akan dikenal sampai kapan dan tidak pernah akan hilang, inovasi yang Desta lakukan bisa dibilang sebagai usaha kuliner berkelanjutan agar kuliner khas daerah tetap ada.


utieadnu


KBA Rawajati Geliat Kecil Kampung Peduli Sampah

KBA Rawajati Geliat Kecil Kampung Peduli Sampah di tengah Kota Jakarta
Memasuki daerah sejuk yang rimbun dengan pepohonan, pot-pot yang tertata rapi di teras-teras rumah, juga masih ada beberapa pohon-pohon besar dipinggir jalan. Jadi pemandangan yang sangat langka, yang bisa kita temui di rumah-rumah Jakarta. Terlebih di pemukiman padat penduduk. Selain itu juga yang paling mencolok adalah kantong sampah berwarna hijau. Kantong sampah itulah yang dijadikan warga sebagai tempat untuk menyetorkan sampah-sampah yang dapat didaur ulang di Bank Sampah KBA Rawajati.

KBA Rawajati Geliat Kecil Kampung Peduli Sampah

Pagi itu hari sabtu, saya berkunjung ke Kampung Berseri ASTRA (KBA) Rawajati, bau tanah bekas hujan semalam masih tercium sempurna. Paling suka dengan bau seperti ini. Angin sejuk membersamai langkah kaki menuju bank sampah yang terletak di ujung jalan RW 03 Rawajati. Dan hebatnya tidak ada bau sampah busuk disini.

KBA Rawajati geliat kecil kampung peduli sampah
doc pribadi

Yap inilah KBA Rawajati menjadi oase yang berada di tengah ibu kota Jakarta bisa menjadi contoh terbaik atas pengelolaan sampah rumahan menjadi nilai produktif.

Kalau bicara tentang sampah tentunya kita malu karena Indonesia menjadi urutan ke 2 penyumbang sampah plastik setelah Cina. Untuk itu sebenarnya kuncinya dalam pengelolaan sampah ada di kita semua mulai detik ini, sekarang dan untuk tujuan selamanya.

doc, pribadi

Kebetulan di bank sampah ini saya bertemu dengan Ibu Silvia Ermita bisa dibilang, sang pelopor untuk menyelamatkan bumi di KBA Rawajati Saya belajar banyak tentang kegigihan seorang perempuan bernama Ibu Silvia memulai ceritanya Sejak Februari 2015, RW 03, Kel. Rawajati diresmikan sebagai Kampung Berseri Astra.  Berkat kolaborasi dengan Astra, KBA Rawajati memiliki 4 pilar program unggulan yakni di bidang kesehatan, pendidikan, lingkungan, dan kewirausahaan.

KBA Rawajati geliat kecil kampung peduli sampah
Ibu Silvia Ermita

Bank Sampah Rawajati sebenarnya sudah ada sejak 2008. Kemudian pada 2012 barulah diresmikan sebagai Bank Sampah percontohan. Hingga tahun 2019, Bank Sampah Rawajati mempunyai 800 nasabah. Nasabah didominasi oleh ibu rumah tangga.

Kemudian mengatakan "Bahwa setiap bulan Bank Sampah Rawajati menerima kurang lebih 4,7 ton sampah rumah tangga: 3,2 ton sampah organik dan 1,5 ton sampah anorganik. Sampah biasanya diambil oleh pengangkut sampah ke rumah setiap nasabah. Terkadang juga disetor langsung oleh setiap nasabah. Kemudian sampah ditimbang. Hasilnya dicatat di buku tabungan masing-masing nasabah."

Berawal dari tahun 2002, memulai daur ulang sampah yang berada di lingkungan sekitar RW 03 ini. Langkah kecil ini terus berjalan sedikit demi sedikit, sampai pada tahun 2007 mendapat bantuan dari Dinas PU DKI Jakarta mesin pencacah sampah, mesin pengayak dan pembersih plastik. 

Dari gerakan kecil ini terus bergulir menjadi besar dan mendapatkan bantuan dari CSR Astra dan dijadikan kampung binaan dengan nama Kampung Berseri Astra Rawajati.

Saat memasuki komplek Bank Sampah Rawajati, akan terlihat mesin pencacah sampah organik di bagian depan Bank Sampah. Di sebelah mesin pencacah terdapat ruangan sampah anorganik seperti botol, kertas dan sampah lainnya yang ditumpuk untuk dipisahkan sesuai dengan jenisnya. Dan di sebelah sampah anorganik terdapat Kantor Pengelola Bank Sampah.

Kemudian ada juga Bpk Indra, yang sekarang juga aktif di KBA Rawajati menceritakan beberapa botol plastik yang laku di pasaran dari mulai memilih, kemudian memilih, merobek kain label, yang jadi persoalan ini label plastik dalam kemasan isi ulang ini tidak laku dijual dan ini masih menjadi pekerjaan rumah sebenarnya harus diapakan, "Biasanya kami membakarnya sih. Kalau tutup botol plastik ini masih laku. Pengepul besar ini datang setiap 2 minggu sekali ke KBA Rawajati, untuk mengambil botol-botol plastik yang telah kami pilah."

KBA Rawajati geliat kecil kampung peduli sampah
Bpk Indra

Harga kardus dipatok Rp 1.100/kg dan koran Rp 1.200/kg. Sedangkan botol plastik Rp 1.000 - 2.000/kg dan gelas plastik seharga Rp 2.000-3.000/kg. Tabungan sampah ini di kemudian hari bisa diambil dalam bentuk uang.

Setelah terkumpul, kemudian sampah dipilah. Sampah organik seperti dedaunan atau rumput diolah menjadi pupuk kompos. Lalu sampah anorganik seperti kardus, botol plastik, atau gelas plastik dijual ke pengepul besar. Kemudian sampah bungkus kopi disulap menjadi anyaman tikar. Sampah bungkus deterjen dikreasikan menjadi tas atau dompet. Adapun sampah dalam bentuk koran diubah menjadi vas bunga atau kotak tisu. Produk kerajinan tangan ini biasanya siap untuk dipasarkan atau dipamerkan dalam kegiatan yang diselenggarakan Astra atau pemerintah.

KBA Rawajati geliat kecil kampung peduli sampah


Mengolah Sampah Rumah Tangga 

Oh iya Bank Sampah pun sempat mati suri selamat satu tahun, karena memang ternyata tidak mudah untuk menumbuh kesadaran memilah sampah. Tetapi karena tidak putus asa terus saja memacu warga hingga pada akhirnya bank sampah ini normal kembali. Ada Ibu Ida dengan cekatan memberikan penjelasan sederhana bagaimana caranya mengolah sampah organik hingga menjadi kompos dengan bermodalkan tong sederhana.

Tong plastik yang digunakan untuk mengolah kompos itu ternyata dilubangi terlebih dahulu di seluruh bagiannya. Kemudian di bagian dasarnya dimasukkan styrofoam dan ditutup dengan karpet di bagian atas dan di bagian bawah. Ternyata ada cara singkat agar sampah bisa melalui proses pembusukan lebih cepat. Resepnya adalah dengan menambahkan EM4, sejenis bakteri yang bisa mempersingkat pengolahan sampah organik menjadi kompos dari waktu satu bulan menjadi satu minggu saja. Itu pun tetap harus rajin dibolak balik agar hasilnya juga maksimal.

KBA Rawajati geliat kecil kampung peduli sampah


Disini setiap warga pun di rumahnya wajib memiliki 4 buah biopori dirumahnya, salah satunya untuk membuang sampah basah rumah tangga masing-masing. Hingga nantinya bisa  menjadi kompos dan bisa digunakan untuk menyuburkan tanaman di rumah mereka. 

Cerita Ibu Ninik tentang daur ulang dari Koran Bekas

Di bidang kewirausahaan limbah sampah ini pun menjadi, produk yang bernilai. Awalnya mulai kami mengikuti latihan ada utusan dari Astra mengajar kami membuat vas bunga, kotak tisu, keranjang ternyata tidak sulit kok, ini hitung-hitung mengisi waktu luang kami, setelah masak di rumah selesai baru datang ke sini.

KBA Rawajati geliat kecil kampung peduli sampah


Sekilas kerajinan ini memang terlihat dari rotan ternyata semuanya dari koran bekas. Kemudian Ibu Ninik mengajarkan cara membuat vas bunga dari Koran bekas. Biasanya untuk membuat vas bunga ini bisa memakan waktu 5 - 7 hari, kalau tempat pensil mudah paling hanya 1 hari sudah selesai.

Koran bekas yang kita baca sebenarnya menimbulkan limbah yang begitu banyak apalagi apabila kita langganan koran. Pada saat ini biasanya koran bekas  hanya digunakan sebagai bungkus gorengan atau paling banter koran bekas tersebut dijual kepada pengepul untuk didaur ulang akan tetapi nilai jual koran bekas tersebut sangatlah murah paling berkisar antara 1000 s/d 1500 per kilo.

KBA Rawajati geliat kecil kampung peduli sampah
Saya dan kerajinan dari koran bekas

Dengan adanya Kerajinan dari Koran Bekas memiliki nilai ekonomis yang tinggi, koran bekas ini dapat dibentuk menjadi barang-barang yang memiliki manfaat lebih dan juga memiliki nilai ekonomis, diantaranya Vas bunga, Pigura/Frame foto, Tempat Pensil, Tempat Tisu dan masih banyak yang lainnya.

"Biasanya yang membeli itu yang datang berkunjung ke KBA rawajati atau kadang Astra kerap kali memfasilitasi ikut pameran di berbagai tempat, sehingga produk para pengurus bank sampah bisa laku terjual dan keuntungannya digunakan untuk operasional sehari-hari. Dari berbagai barang bekas, seperti koran dan plastik kita buat menjadi berbagai macam kerajinan, tikar, tempat sampah, vas bunga, yang dijual harganya bernilai berkali-kali lipat. Dari situ keuntungan buat operasional sehari-hari juga." Ujar Ibu Ninik.

KBA Rawajati geliat kecil kampung peduli sampah

Inilah beberapa contoh kecil yang bisa berdampak besar, yang dilakukan oleh KBA Rawajati. Dan dengan pendampingan Astra juga hingga KBA Rawajati mendapatkan penghargaan sebagai kampung Proklim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). 

kba rawajati


Tentunya ini juga menjadi keberhasilan bagi KBA Rawajati dalam meningkatkan kualitas air dan juga kualitas udara segar. Saat ini, KBA Rawajati juga menjadi salah satu binaan Astra yang menjadi kampung percontohan penghijauan secara nasional. Melalui program Bank Sampah juga, KBA Rawajati turut membantu pemerintah dalam upaya mengurangi sampah sejak dari sumbernya.


Utieadnu






Gula Semut Semedo Akhmad Sobirin

Gula Semut Semedo Akhmad Sobirin, Meningkatkan Ekonomi Penderes Nira
Siapa yang sudah pernah ke daerah Banyumas?, Banyumas merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah dengan ibukota Purwokerto. Kabupaten yang terkenal dengan semboyannya Banyumas Satria ini mempunyai ciri khas yang identik dengan daerah-daerah lainnya.

Salah satunya Gunung Slamet yang merupakan ikon utama Kabupaten Banyumas. Gunung ini terletak di kawasan wisata Baturaden yang menjadi andalan wisata di Kabupaten Banyumas.

manisnya gula semut semedo akhmad sobirin
doc, semedo

Juga mendoan yang merupakan kuliner khas Banyumasan. Kuliner yang satu ini cukup banyak dikenal orang hingga keluar daerah Banyumas. Mendoan dianggap berasal dari istilah "mendo-mendo dipangan". Mendo artinya lembek. Mendoan ini dimasak setengah matang sehingga teksturnya masih lembek.

Juga pasti tahu maskot dari Banyumas ini yaitu Bawor (tokoh wayang yang bernama Bagong/Cepot), katanya tokoh Bawor ini Bawor memiliki 4 gambaran watak: sabar lan nrimo (apa adanya dalam kehidupan sehari-harinya), berjiwa ksatria (jujur, berkepribadian baik, toleran, suka membantu orang lain), cacutan (rajin dan cekatan) dan cablaka (lahir batinnya terbuka terhadap pertimbangan yang matang dari apa yang diucapkan secara spontan dengan bahan yang lugas). Gambaran watak ini dianggap sangat mewakili komunitas wong cilik di Banyumas.

Oh iya satu lagi tarian khas dari Banyumas salah satunya yang unik adalah ebeg. Ebeg adalah kuda lumping khas Banyumas. Pertunjukan ebeg ini diiringi oleh gamelan yang disebut bendhe. Ebeg ini merupakan bentuk kesenian tari daerah Banyumas yang menggunakan boneka kuda yang terbuat dari anyaman bambu dan kepalanya diberi ijuk sebagai rambutnya. Tarian ebeg disajikan dalam kelompok yang terdiri dari beberapa orang. Tariannya menggambarkan prajurit perang yang sedang menunggang kuda. Gerak tari menggambarkan kegagahan yang diperagakan oleh para pemainnya.

manisnya gula semut semedo akhmad sobirin
doc, Pameran di Menara ASTRA

Akhmad Sobirin Pemberdaya Gula Semut

Pastinya itu gambaran besar yang kita ketahui tentang Banyumas, tetapi Jauh disana ada desa terpencil yaitu Desa Semedo terletak di Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas.

Deretan pohon kelapa tumbuh menjulang menjadi bagian lanskap Desa Semedo, Bunyi kersik dedaunan kelapa acapkali terdengar ditiup angin. Bagi masyarakat setempat, pohon kelapa menjadi sumber kehidupan sekaligus jati diri.

Saat pagi hari hawa sejuk kesunyian perbukitan lereng barat Gunung Slamet yang basah sehabis hujan semalaman. Pada sela-sela bukit dan lereng, kabut tipis mengalun perlahan berirama dengan kicauan burung yang memeriahkan.

Dari balik nuansa kehidupan Desa Semedo yang tenang dan syahdu, sesungguhnya masyarakatnya sudah bergiat menderes nira kelapa sejak sehabis subuh. Persepsi tentang kehidupan desa yang pelan, malas dan kurang produktif harus dibuang jauh-jauh di sini. Rutinitas pagi kehidupan masyarakat Semedo sudah diisi dari aktivitas memanjat batang pohon kelapa ke pohon kelapa lainnya.

manisnya gula semut semedo akhmad sobirin
doc, Semedo

Dan saban pagi dan sore hari, jadi potret keseharian di Desa Semedo para penderes nira meniti batang pohon kelapa setinggi 15 meter sampai 20 meter. Nira yang menetes dari manggar atau pangkal pelepah kelapa adalah hasil peluh keringat untuk menyambung hidup.

Desa Semedo tidak ada bedanya dengan desa-desa lain di Banyumas atau daerah-daerah lain di pulau Jawa. Tanah yang subur dengan pohon-pohon kelapa yang tumbuh tersebar di setiap pekarangan desa. Konturnya yang perbukitan juga membuat Semedo tidak ada bedanya dengan desa-desa lain di perbukitan.

Yang kontras menjadi pembeda adalah hadirnya sosok Akhmad Sobirin, sang putra desa yang mengalirkan semangat perubahan ke Semedo. Desa Semedo yang berlanggam tenang itu jadi bersemarak dengan bergeliatnya ekonomi desa berbasiskan gula semut. Pohon kelapa dan penderes nila yang menjadi jantung kehidupan Semedo diangkat ekonominya oleh Akhmad Sobirin.

Tempat pemrosesan gula semut berdiri di tengah perkampungan Semedo yang lengang. Bangunan berukuran sekitar 12 x 10 meter itu berada di samping rumah Sobirin. Daripada disebut sebagai pabrik, lebih tepat disebut sebagai rumah produksi gula semut. Bangunan pemrosesan gula semut ini didirikan untuk memperlancar pemasaran gula semut melalui CV Karya Muda Jaya, perusahaan miliknya.

Dulu, kehidupan ekonomi penyadap nira kelapa di Desa Semedo sempat terpuruk. Perubahan kesejahteraan mulai mengiringi ketika mereka bergerak dalam organisasi kelompok tani. Bahu membahu jadi prinsip bersama demi mengangkat harkat penyadap nira kelapa menjalani industri gula semut.

Akhmad Sobirin adalah anak muda asal Desa Semedo yang paling berperan dalam upaya mengubah kondisi industri gula kelapa di kampung halamannya. Usianya kini 34 tahun. Ia bagian dari proses panjang yang telah dilalui masyarakat setempat melakukan peralihan dari memproduksi gula merah cetak ke gula semut pada tahun 2012.

“Rumah produksi ini bisa menjadi sebuah tanda untuk memberi keyakinan masyarakat Semedo pada usaha produksi gula semut di desa.” ungkap Sobirin.

Gula semut dari ratusan petani yang tergabung pada Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Manggar Jaya diserahkan ke rumah produksi milik Sobirin. Petani-petani ini berasal dari Semedo dan beberapa desa sekitarnya seperti Karangkemiri, Petahunan, dan Kedungurang. Dari petani, biasanya standar gula semut bisa berbeda-beda seperti besar butiran, warna, hingga tingkat kadar air. Di rumah produksi ini, gula semut diproses lagi agar memenuhi standar ekspor.

Dengan cekatan, salah satu karyawan, memindahkan plastik-plastik gula semut kiriman petani ke loyang-loyang aluminium. Selanjutnya loyang ini dimasukkan dalam oven untuk dipanaskan pada suhu tertentu untuk mencapai tingkat kadar air 2% sesuai syarat ekspor. Tahapan selanjutnya gula semut masuk ke dalam mesin ayakan 18 mesh untuk menjadi butiran yang terstandarisasi. Di sudut lain ruangan, beberapa karyawan sedang cermat melakukan penyortiran untuk memastikan hanya butiran gula semut yang layak ekspor lah yang dikemas.

Selanjutnya, gula semut berkualitas itu dikemas dalam plastik curah. Ada juga gula semut yang dikemas dalam aluminium foil kedap udara bermerek “Semedo Manise”. Total ada 15 karyawan yang bekerja dalam pemrosesan gula semut.

Walau berada di desa, Sobirin menjelaskan bahwa kapasitas rumah produksi gula semutnya bisa mencapai 2,5 ton per hari. Besar kapasitas itu sanggup menyerap gula semut dari para petani yang menjadi binaannya. Dalam sebulan, produksi gula semut bisa dipasarkan sebanyak 20-30 ton.

Sebagian besar pemasaran gula semut berorientasi ekspor, yakni 98% ke Amerika Serikat dan sejumlah negara di Eropa. Pasar dalam negeri juga mulai meminati produk gula semut “Semedo Manise” yang dijual retail via online marketplace dan supermarket dalam varian berbagai rasa seperti original, jahe, sirsak dan lain-lain.

manisnya gula semut semedo akhmad sobirin
doc, semedo


Mengubah Produksi Gula Cetak ke Gula Semut

Namun perlu diketahui perjuangan Akhmad Sobirin, tidak semudah yang kita bayangkan, prosesnya pun cukup berjalan lama. Sekalipun, perubahan itu menjanjikan hasil yang lebih baik. Belum lagi, terdapat tatanan dan perangkat lama yang resisten terhadap aneka perubahan, yang dinilai bisa mengancam eksistensinya. Begitulah kondisi Semedo yang harus dihadapi Akhmad Sobirin ketika memutuskan pulang kampung setelah merantau dari kota.

Pada Februari 2012, Akhmad Sobirin pulang ke Semedo dengan predikat lulusan Sekolah Vokasi Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada, pernah berusaha semasa kuliah, dan bekerja di beberapa perusahaan di Jakarta. Tekad kepulangannya ke Semedo tidak main-main. Diniatkan untuk menjalankan wirausaha dari desa sekaligus membangkitkan ekonomi masyarakat di desanya. Pada awalnya, dia memilih berwirausaha jamur tiram.

Tetapi tidak begitu berjalan, pada akhirnya ketika melihat lingkungan sekitar, dengan banyak pohon kelapa dan kegiatan penderes nira yang tidak putus-putus akhirnya dia mencoba untuk merubah produksi gula cetak untuk menjadi gula semut. Yang memang saat itu dia ingat beberapa cafe pernah menggunakan ini sebagai campuran kopi kekinian, dan juga pernah membaca ekspor gula semut yang cukup menjanjikan.

Tidak mudah awalnya meyakinkan setiap petani untuk mengubah kebiasaan dari produksi gula cetak ke gula semut. Ada yang ragu, ada yang resisten. Masalah kerepotan, kebersihan, dan larangan bahan pengawet adalah biang kendala warga enggan beralih ke gula semut. Belum lagi, cibiran dari warga yang menyangsikan keberhasilan usaha gula semut miliknya.

“Lha wong hasilnya saja belum jelas untuk bisa mensejahterakan diri sendiri, masak mau mensejahterakan orang lain.” Akhmad Sobirin ingat betul ucapan salah satu warga yang meremehkannya.

Untungnya, Akhmad Sobirin berhasil meyakinkan 25 warga Semedo untuk memproduksi gula semut. Pada 1 Juni 2012, Sobirin bersama warga Semedo yang tertarik pada gula semut ini mendirikan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Manggar Jaya. Pendirian kelompok tani ini menjadi tonggak penggalakan gula semut yang mampu memberdayakan masyarakat Semedo.

manisnya gula semut semedo akhmad sobirin
doc, semedo


Akhmad Sobirin meyakini pendirian kelompok tani adalah langkah mendasar agar petani gula semut tetap konsisten dan berkelanjutan. Selain untuk memudahkan koordinasi dan pembinaan, kelompok tani bisa menjadi jalan untuk memperkuat posisi tawar dalam dinamika masyarakat yang tercengkeram oleh kehadiran tengkulak. Selama puluhan tahun, masyarakat Semedo terbiasa dengan peran tengkulak gula cetak, sehingga tidak pernah terpikirkan mengaktifkan kelompok tani. Sampai ada pandangan kalau berkelompok hanya menjadi ajang kumpul-kumpul saja membahas hal yang tidak bermanfaat, yang menghabiskan waktu saja.

Keseriusan Akhmad Sobirin dalam menggarap gula semut di desanya mulai menampakkan hasil. Jumlah warga yang menjadi kelompok binaannya makin bertambah. Kemampuan warga Semedo menghasilkan gula semut juga makin meningkat. Dapur masak gula semut mulai dibenahi, baik dengan dana masing-masing warga maupun bantuan pemerintah melalui kelompok. Alat-alat produksi juga diganti dengan alat yang menerapkan kaidah higienitas dalam setiap proses.

manisnya gula semut semedo akhmad sobirin
doc, semedo


Pada akhirnya dia membentuk CV Karya Muda Jaya untuk menampung gula semut petani, memproses sesuai standar ekspor dan memasarkan gula semut Semedo. Rantai nilai (value chain) usaha yang makin stabil dinilai mampu memberikan jaminan bahwa produk gula semut Semedo bisa dipasarkan dengan baik. Masyarakat pun makin mantap memproduksi gula semut.

Akhmad Sobirin paham produk gula semutnya ini harus memenuhi persyaratan pasar yang berorientasi ekspor. Tidak hanya mementingkan kuantitas, kualitas juga menjadi hal penting bagi keberlanjutan usaha gula semut. Di pasar US dan Eropa, gula semut harus memenuhi persyaratan dan sertifikasi terkait organik, higienitas dan bebas dari eksploitasi kerja. Dia membina kelompoknya secara intensif agar bisa memenuhi persyaratan yang ditentukan. Juga menerapkan pengendalian mutu produk dalam setiap tahapan produksi gula semut, agar jangan sampai gula semut yang dihasilkan petani tidak lolos standar.

Gerakan kewirausahaannya selalu berpijak pada pemihakan kepada petani gula semut. Pernah suatu ketika, usaha gula semutnya rugi 7 ton karena sudah memasok tetapi sehari setelahnya harganya anjlok. Dia menanggung kerugian itu dengan merogoh kocek pribadi demi petani tetap yakin memproduksi gula semut. Dia juga selalu menekankan transparansi dalam usaha berbasis pemberdayaan masyarakat. Baginya, hal itu penting agar masyarakat tetap berkomitmen menjaga kualitas produk gula semut.

manisnya gula semut semedo akhmad sobirin
ASTRA


Pemberdayaan Penderes Nira

Desa kecil di Kabupaten Banyumas ini lambat laun telah mampu membuang label sebagai desa terpencil dan tertinggal menjadi wilayah organisasi penyadap nira yang inovatif. Kisah manis gula semut Desa Semedo tersiar dan mendapat apresiasi dari lembaga pemerintah maupun swasta. Akhmad Sobirin misalnya, sebagai penggerak mendapat apresiasi SATU Indonesia Awards 2016 di bidang kewirausahaan dari ASTRA. Dua tahun berselang, giliran Desa Semedo jadi bagian dari program pemberdayaan masyarakat bidang kewirausahaan bertajuk Kampung Berseri ASTRA.

Mengusung visi pemberdayaan, jaringan antar kelompok penyadap nira diperluas ke desa-desa lain di wilayah Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas. Kini terjaring kurang lebih 400 penyadap nira. Mereka terbagi dalam 1 kelompok di Desa Petahunan dan 2 kelompok di Desa Karangkemiri.

“Pengelolaan kelompok tani saya serahkan ke pemuda setempat. Saya menekankan yang perlu didahulukan misi sosial bukan ekonomi,” kata Akhmad Sobirin.

Misi sosial ini memang jadi pegangan saat memulai membentuk kelompok tani penyadap nira. Latar belakangnya, hampir 80 persen dari seribu lebih laki-laki di Desa Semedo bekerja sebagai penyadap nira yang rentan alami kecelakaan kerja. Selain itu, seringkali keluarga penyadap nira terlilit utang pada tengkulak karena tak memiliki akses bantuan modal ketika merugi.

Salah satu tujuan pembentukan kelompok tani di konsep untuk pengelolaan penyisihan sebagian keuntungan bersih dari pemasaran gula semut, guna pembiayaan perlindungan jaminan kesehatan. Selain itu juga akses pembiayaan mikro, pembangunan sarana penjaminan mutu produksi, dan pembaruan bibit kelapa.

“Kami mulai melakukan percobaan penanaman bibit kelapa genjah yang hanya setinggi 5 meter. Sudah dilakukan penyebaran 1.500 bibit. Ini program jangka panjang mempertimbangkan kerentanan kecelakaan kerja dan melanjutkan regenerasi penyadap nira,” 

manisnya gula semut semedo akhmad sobirin
doc, kompas,com


Regenerasi dan Pemberdayaan Perempuan

Ancaman putusnya regenerasi penderes nira di Desa Semedo jadi kekhawatiran tentunya. Hampir rata-rata penyadap nira usianya tidak lagi muda. Dan Akhmad Sobirin tahu anak-anak muda di Desa Semedo tidak banyak yang memiliki keahlian meniti pohon kelapa untuk menyadap nira.

Rata-rata anak-anak muda juga enggan menanggung resiko alami kecelakaan kerja terjatuh dari pohon kelapa. Dan ini Solusi yang dipikirkan kelompok tani menanam pohon kelapa genjah yang pendek.

Pengolahan gula semut di Desa Semedo mesti dipertahankan karena membuat warga desa jadi mandiri secara ekonomi. Selain itu, gula semut memastikan kesejahteraan bisa didapat di kampung sendiri. Banyak para petani menyatakan dari hasil penjualan gula semut, hidupnya kini lebih dari cukup.

Dari 33 pohon kelapa, pendera nira minimal 40 liter sampai 50 liter per hari. Setelah diolah hasil sadapan jadi 6 kilo gram sampai 8 kilo gram gula semut. Menjualnya ke Poktan Manggar Jaya, Maka bisa mengantongi uang di atas Rp 100 ribu per hari.

“Dulu saat masih gula cetak memang susah. 1 kilo gram harganya Rp 5 ribu. Sekarang 1 kilo gram gula semut harganya Rp 17 ribu - Rp 20 ribu.

Selain mengorganisasikan penderes nira, Poktan Manggar Jaya juga mengorganisasikan produk gula semut. Mereka jadi pembeli pertama gula semut hasil olahan penyadap nira. Pengembangan kualitas kontrol diterapkan di rumah produksi. Gula semut dari penyadap nira lantas disortir oleh tim penjaminan mutu.

Salah satu karyawan Sobirin yaitu Rohyati, salah satu tim penjaminan mutu di Poktan Manggar Jaya. Usianya 42 tahun. dia bergabung sejak tahun 2015. Timnya memastikan standar gula semut dari Desa Semedo sesuai standar mutu yang disyaratkan konsumen. Tugas mereka melakukan pengeringan dan pengayakan 18 mesh.

“Kapasitas produksi saat ini 24 ton per bulan. Permintaan untuk ekspor sebenarnya lebih besar. Tapi yang terpenting kami mempertahankan kualitas yang baik,” kata Rohyati.

Rohyati menekankan, pengembangan industri gula semut di Desa Semedo telah membuka lapangan kerja pada perempuan. Di rumah produksi terberdayakan 8 sampai 9 perempuan sebagai tenaga kerja. Tugas mereka melakukan pengovenan, penyortiran dan pengepakan. Kerja mereka juga dilengkapi alat produksi berbahan stainless steel food grade untuk memastikan higienitas produk terjaga.

Dinas pertanian dan Ketahanan Pangan (Dinpertan KP) Kabupaten Banyumas, menilai Poktan Manggar Jaya Desa Semedo merupakan salah satu penyumbang terbesar ekspor gula semut dari Banyumas, di tahun 2018 mencapai 7.000 ton sampai 8.000 ton. Kurang lebih 25 persen ekspor gula semut berasal dari Kecamatan Pekuncen yang diinisiasi oleh Poktan Manggar Jaya dari beberapa kelompok tani.

manisnya gula semut semedo akhmad sobirin
doc, semedo


Untuk mendukung pemberdayaan penyadap nira di Poktan Manggar Jaya Desa Semedo, di tahun 2019 pemerintah pusat telah membangun Unit Pengolahan Hasil (UPH). Tujuannya untuk mendukung kemudahan pengemasan serta daya simpan lebih lama sehingga menunjang proses pemasaran ke luar negeri.

Pada akhirnya dari Desa Semedo, gerakan pemberdayaan penyadap nira yang dilakoni Akhmad Sobirin adalah kisah manis tentang kesabaran pendampingan masyarakat. Akhmad Sobirin dan Poktan Manggar Jaya adalah meningkatkan ekonomi penderes nira. Industri gula semut yang mereka prakarsai telah menggerakkan warga setempat mendapatkan jati diri, berdaulat di desa, mandiri secara ekonomi dengan memanfaatkan potensi kekayaan alam lingkungannya.


Utieadnu