Lebaran
idul fitri identik dengan mudik, entah di mulai dari tahun berapa, istilah
mudik nasional yang pastinya momen itu bertepatan dengan idul fitri, Mudik lebaran
merupakan tradisi, yang di dalamnya mengandung benih ikatan-batiniah sangat
dalam kekeluargaan yang luhur. Tradisi mudik dilakukan setiap tahun sekali ini,
adalah merupakan proses yang menjadi budaya yang sudah berjalan sangat lama hingga
sekarang. Tradisi yang telah menyatu tanpa batas dengan unik dan di dalamnya
ada satu kata keiklahasan. mungkin bagi
mereka yang tidak pernah merasakan pasti berguman,
“ngapain
sih pakai mudik segala, sudah kena macet, ngga kapok apa mereka?”
Ada
kenikmatan yang tidak bisa diungkapkan lewat kata-kata, kelelahan, macet di
jalan, mengantuk, sampai kaki keram,
pinggang pegal,,, semua itu hanya merupakan kelelahan fisik, dan bukan
kebahagian batin yang kelak akan terasa jika sampai dikampung halaman.
Menginjak
tanah kelahiran, menghirup udara desa dan satu lagi berjumpa dengan orang yang
amat kita kasihi “Orang Tua/kakek/nenek” nikmat batin itulah yang dapat
menghilangkan rasa Lelah di jalan, mencium kerut tangannya, memeluknya itulah nikmat yang mungkin saja diberkan oleh
Pencipta. Dan hanya orang-orang yang mudik yang merasakannya.
Dan
satulagi berkumpul dengan keluarga besar karena hanya momen idul fitrilah yang
mampu mengumpulkan keluarga besar menjadi satu dari anak/menantu/cucu/cicit
bahkan uyut, banyak cerita yang
didengar, banyak tawa dan bahagia yang dirasa.
Pernah
sewaktu Tol baru Cipali belum dibangun berangkat dari Jakarta saat sahur dan sampai
ke Cirebon saat sahur kemudiannya, 24
jam lebih hhh,,,, waktu yang amat panjang, padahal normalnya jika ke Cirebon –
Jakarta hanya 4 jam,, tapi itulah,,
esensi mudik pasti ditemani dengan kemacetan dan itu entah sampai kapan akan berakhir?, mudik dan macet,,, walaupun sudah
dibangun jalan tol baru, tapi tetap saja. Kemacetan selalu menemani pemudik.
gunung ceremai di desa beber halimpu |
Lalu
bagaimana rasa mudik itu bagi mereka yang berputualang di Jakarta, di mana
Jakarta menjadi tempat mata pencarian, bagi mereka yang merupakan “ perantau”
pulang mudik bisa merupakan suatu kebanggan yang akan diberikan ke orang tua,
sukses atau tidak pasti merekan akan pulang karena. pada kenyataan bahwa pengakuan itu
memang mahal. Terlebih kepada tetangga, selain
orang tua mereka dikampung
halaman bisa berbangga mempunyai anak dari Jakarta apalagi jika mereka sukses.
,
Dengan
demikian, suatu hal wajar bilamana rasa masyarakat tinggi untuk bisa mudik
sehingga mudik lebaran merupakan yang ter-kalkulasi dan inspiratif, acapkali
berubah menjadi sebuah gerak percepatan rasa yang tidak beraturan, terkesan
tidak rasionil bagi mereka yang hanya melihat.
keluarga besar saya minus Bapak |
Melihat
banyaknya gelombang manusia entah itu di stasiun, terminal, pelabuhan mereka
rela antri, berjam-jam untuk mendapatkan sebuah tiket. Dan itulah pemandangan
yang akan terus kita nikmati setiap setahun sekali. Lebaran idul fitri yang
merupakan hari besar bagi umat Islam, yang merupakan hari kemenangan setelah di
tempuh dengan berpuasa sebulan penuh, entah mereke puasa atau tidak sejatinya
Lebaran tetap bagi mereka adalah sebuah kemenangan untuk berkumpul dengan
keluarga, kemenangan yang akan diungkap dengan cerita dan rasa rindu ketika
berkumpul dengan keluarga tercinta.
Melupakan
kelelahan dijalan, kepenatan selama merantau, melupakan sejenak persoalan yang
akan dihadapi nanti, dan semua karena Idul Fitri.