Behind the story “om Telolet om”
(Versi di sebuah Desa di daerah Cirebon, Kuningan)
Sebut
saja Kurni dia lebih tua usia 4 tahun dari saya, wajahnya memang cantik, cantik
alami gadis desa, lahir dari keluarga yang sederhana. Dia dulu adalah teman
main saya ketika saya sering liburan sekolah di sebuah desa di Cirebon Kuningan
sebut saja Desa itu bernama Desa Welas,
Rata-rata
di desa welas penduduknya adalah petani dan pengrajin bambu, bambu dibuat bilik
yang dulu dibuat sebagai dinding rumah hmmm sampai sekarang pun ada seperti
rumah kurni rumahnya masih setengah bilik, lantainya masih tanah merah, kamar nya pun masih disekat dengan bilik
dengan ruangan yang lainnya.
Selepas
sekolah dasar Kurni tidak melanjutkan sekolahnya karena dia anak ke dua dari
lima bersaudara kakaknya sudah menikah sedangkan ke tiga adiknya semua
laki-laki, otomatis jadilah dia sebagai ibu kedua bagi keluarganya dia yang
mencuci baju seluruh keluarganya dan
memasak karena kedua orangtuanya menghabiskan hampir tiga perempat harinya
menggarap sawah. Selama menunggu panen bapaknya membuat anyaman bambu, dengan
dibantu ketiga adik-adiknya. Ketika usianya
genap 15 tahun, Kurni ditawari kerja di sebuah restoran pinggir jalan raya
tempat isitirahat para bis luar kota, selang dua tahun dia bekerja disana, dia
kenal dengan seorang laki - laki bernama Sastra mungkin karena seringnya tiap hari
bertemu timbul rasa suka pada keduanya, dan akhirnya mereka menikah tapi Kurni
bukan sebagai wanita pertama, dari
pernikahan Satra , waktu itu Bapak dan ibunya serta kakaknya sudah memperingati
agar tidak terburu-buru menikah tapi cinta sudah berkata lain, walaupun hanya menikah siri dan hanya dihadiri oleh keluarga dekat dan
beberapa teman Sastra yeng berprofesi sebgai supir dan kernet.
Beberapa
bulan kemudian Kurni hamil dan dia berhenti dari tempat kerjanya, Sastra
sang suami dalam sebulan hanya datang dua atau tiga kali mengngunjunginya, tapi
sebagai janjinya setiap lewat ujung jalan didesanya Sasta akan memencet klakson
sebagai pengganti kehadirannya, dan sebagai obat kengen kepada Kurni. Dan hal
itu ditepatinya Kurni hanya tersenyum kemudian mengelus perutnya yang semakin
membesar telolet,, telolet,, bapakmu lewat nak, bisiknya pelan,,,
Dan
ketika anaknya lahir Sastra begitu senang karena Kurni melahirkan seorang anak
laki-laki konon katanya istri pertamanya
tidak mempunyai anak, dan anak itu diberi nama Ari, walaupun itu tetap tidak merubah kunjungan
Sastra ke Kurni akhirnya dari uang yang diberikan Sastra Kurni dapat membuat
rumah sederhana yang berjarak 200 meter
dari rumah orangtuanya, ketika anaknya sudah bisa bicara Ari pernah berkata
kepada Bapaknya,
“kunaon Bapak teh gening teu bisa meting di imah lila, ngan
dua dinten terus indit,,? (kenapa bapak ngga bisa lama tinggal dirumah cuma dua
hari terus pergi?)
“Bapak
teh,, milarian icis jeng sekolah Arinya, jadi ari kudu pinter, jaga mimih,,,!”
Tapi Bapak jangji mun bapak liwat di jalan harep bapak nyalukan mimih jeng
Ari Tet,, tet,,, eta artina Bapak kangeng
ka Ari jeng Mimihnya!” kata Sastra sambil memeluk anaknya erat. (Bapak harus
cari uang, jadi Ari harus pinter jaga mimih ya, tapi Bapak janji kalau lewat
jalan depan desa bapak akan mencet klakson tet,,tet,, itu artinya bapak kangen sama
Ari dan Mimih ya,,,)
“Sanes
tet,,tet,, Bapak cek Mimih mah,, telolet ,, telotet kitu” (bukan tet bapak tapi
kata mimih telolet telolet gitu ).
Ari dan Kurni selalu tahu
jadwal bapaknya memencet klakson yaitu pada pukul 12 lewat, dan menjelang maghrib dia hapal betul suara
klakson bapaknya walaupun semua bis rata-rata sama bunyinya, dia akan bilang ke
mimihnya
“Bapak,, mihhh!” dan Kurni hanya mangaguk dan tersenyum kelu
mungkin menahan rasa kangen atau sedih yang tertahan.
Ketika usia Ari 5 tahun tepat
waktu itu hari minggu Bapaknya mengajak Ari untuk sholat shubuh di mushola
depan balai desa selama berjalan ke
mushola Ari digendong di belakang dan tidak henti dari mulut keduanya
bersenandung telolet telolet,, dan ternyata itu hari terakhir dia bersama bapak
gendongan terakhir sang Bapak , karena beberapa hari Sastra tidak lagi datang
waktu itu belum ada telpon genggam, Kurni mendapat berita dari kernet yang
bernama Iwan yang datang kerumahnya bahwa
Sasta mengalami kecelakaan dan meninggal ditempat. Iwanpun terluka tapi tidak
terlalu parah. Waktu itu Kurni hanya bisa menagis dan memeluknya erat Ari dan
berkata bahwa Bapak tidak akan datang lagi kesini karena telah pergi jauh,. Ari
tidak mengerti dia hanya ikut menangis, Iwan iba dan mengendong Ari,,
“Ari,,,, Om
jangji om ngke datang kedie deui ulin jeng Ari jeng mencet klaksan kanggo Ari jeng
Mimihnya,” kata Iwan sambil mengelus kepala Ari. (Ari om janji om akan sering main
kesini dan memencet klakson buat Ari dan Mimih ya)
Dan tepat ketika siang itu jam
12;30 klason terdengar tapi Ari seakan tahu mungkin ada kontak batin,, hatinya
tidak seriang dulu matanya tidak berbinar seperti sebelum-sebelumnya,,, berkata
kepada mimihnya
“Sanes Bapak ,,, mih,,!”
ujarnya pelan sambil terisak,, (bukan
Bapak,, mih.!”)
“nya,, Ari,,, eta Om Iwan…! Jik
atuch tingali kajalan esukannya, mugi aya Bapak ningalian Ari ti jauh,,,!” kata
Kurni sambil membelai rambut Ari. (Iya Ari,, itu Om Iwan coba Ari kejalan besok
mudah-mudahan Bapak melihat Ari dari jauh,,)
“Aya bapak kitu di
bis,,ningalian Ari,,,?” kata Ari mulutnya kembali tersenyum. (Ada Bapak di bis
melihat Ari?..)
Kurni hanya mengangguk sambil
tersenyum. Dan semenjak itu Ari selalu berlari ke depan jalan menunggu bis yang
dulu disupiri Bapaknya dan ketika lewat dia akan berteriak Om telolet om,,, dan
Iwan sang Supir yang menggantikan Sastra sang Bapak, sudah hafal betul sambil
melambaikan tangngannya dia memencet klakson,
ada rasa bahagia dan kegembiraan yang lain walaupun Ari tahu sang bapak
tidak pernah datang lagi dan dia akan berlari pulang penuh dengan tawa
____
Ari dan Kurni tidak tahu bahwa “om telolet om” sudah mendunia dan kini usia Ari sudah 17th dan dia pun tidak tahu bahwa apa yang dia lakukan ketika kecil kini menjadi fenomenal, Ari menjadi pemuda yang lebih pendiam dari yang lain, sekarang dia bekerja di pabrik rotan sekolahnya pun hanya lulusan sekolah dasar dan Kurni telah menikah lagi kadang kata Kurni pernah sesekali melihat Ari duduk di ujung jalan sambil menatap bis yang lewat entah apa yang ada di dalam hatinya, mungkin masih ada rasa kangen atas kehadiran sang Bapak.